Minggu, 20 Maret 2016

Review Jurnal : Melihat Strategi Thailand Dalam Memperbaiki Sistem Kesehatan Mereka

Health workforce contributions to health system development: a platform for universal health coverage
Viroj Tangcharoensathien, Supon Limwattananon, Rapeepong Suphanchaimat, Walaiporn Patcharanarumol, Krisada Sawaengdeea & Weerasak Putthasria


sumber gambar : http://www.nhp.gov.in/universal-health-coverage-day_pg  

Sangat menarik, itu kesan saya terhadap jurnal ini. Jurnal ini merangkum semua kunci sukses health sistem di Thailand yang sebelumnya bisa dikatakan gagal, namun mereka mampu merubah health system mereka menjadi lebih baik. Mungkin penerapannya bisa dilakukan di Indonesia dengan melihat kondisi permasalahannya yang tidak jauh berbeda dengan Thailand. Berikut sedikit pemaparan saya berdasarkan jurnal tersebut.
Pada tahun 1970 Thailand merupakan negara dengan income yang rendah dengan indikator kesehatan yang rendah dan cakupan pelayanan kesehatannya yang rendah. Insfrastruktur kesehatan lokal sangat lemah. Namun, pada tahun 1980 pengukuran dilakukan untuk meminimallisir batasan geografis terhadap akses pelayanan kesehatan. Meningkatkan infrastruktur pada tingkat kabupaten, membuat obat obatan penting tersedia lebih luas lagi, dan mengembangkan tenaga kerja yang berkomitmen dan mempunyai keinginan untuk memberi pelayanan pada daerah pedesaan. Untuk memastikan kemudahan akses kesehatan, skema proteksi terhadap finansial dikembangkan.
Di thailand, rumah sakit wilayah tidak ada pada tahun 1960. Ekspansi dari Primary Health Care (PHC), terutama pada daerah desa miskin,  dianggap penting untuk memperoleh Universal Health Coverage (UHC). Reformasi secara nasional membawa perubahan penting pada beberapa dekade. Selama 30 tahun terakhir, ketersediaan dan distribusi tenaga kerja kesehatan, baik skill dan kompetensi telah meningkat pesat, bersama dengan indikator kesehatan nasional. Antara 1980 dan 2000 lingkup maternal dan pelayanan kesehatan anak meningat secara berarti.  Pada tahun 2002, Thailand telah memperoleh UHC. Secara keseluruhan perkembangan sistem kesehatan, terutama sekali perluasan tenaga kerja kesehatan, menghasilkan berfungsinya sistem PHC.
Tenaga kerja kesehatan yang kompeten dan berkomitmen membentuk penguatkan sistem PHC pada tingkat wilayah. Menjaga kebijakan berfokus pada pengembangan sumber daya manusia untuk kesehatan atau human resources for health (HRH) untuk periode selanjutnya adalah penting, bersama dengan pendekatan holistik pada pengembangan HRH, ditandai dengan integrasi dari berbagai macam intervensi HRH dan menghubungkan intervensi tersebut dengan melaraskan usaha untuk menguatkan domain sistem kesehatan lain.
 Thailand masih menghadapi tantangan penting di area HRH. Diatas itu, harus dibangun tenaga kerja yang mampu memenuhi kebutuhan layanan kesehatan yang dibuat oleh transisi epidemiologic dan penuaan populasi dan bekerja dengan sektor non-kesehatan yang menangani sosial determinants of health.

Pustaka :

Tangcharoensathien, T, et al,. 2013. Health workforce contributions to health system development:  a platform for universal health coverage. Thailand. Bull World Health Organ 2013;91:874–880 | doi: http://dx.doi.org/10.2471/BLT.13.120774

Selasa, 15 Maret 2016

Malpraktek, Chiropractic Pekerjakan Dokter Asing Bermasalah?

    

Malpraktek, Chiropractic Pekerjakan Dokter Asing Bermasalah?  
Klinik Chiropractic. Tempo/Arief Hidayat

TEMPO.COJakarta - Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, menginvestigasi kematian Allya Siska Nadya setelah berobat di Klinik First Chiropractic di Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan. Tim gabungan menemukan sejumlah kejanggalan di tempat pengobatan alternatif untuk tulang dan syaraf itu.

Menurut Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Henny Fachruddin, salah satu temuan tim klinik tersebut mempekerjakan dokter asing, Randall Cafferty, yang sedang bermasalah hukum. Dalam laporan tim gabungan disebutkan bahwa Randall tidak memiliki dokumen sama sekali. Berdasarkan informasi dari laman Board of Chiropractic Examiners State of California dengan alamat Chiro.ca.gov, Randall sedang diberi hukuman disiplin selama tiga tahun terhitung sejak 13 Maret 2013 karena tindakan tidak profesional dan tersangka kejahatan.

Randall kemudian diganti dokter asing lain bernama Marek Magnowski dari Polandia. Kata Henny, pihak klinik tidak dapat menunjukkan dokumen dokter tersebut. “Kami tidak bertemu orangnya, hanya tertulis. Mereka, sih, ngakunya semua dokter Indonesia,” ucap Henny, Rabu, 6 Januari 2016.

Henny menambahkan, saat tim inspeksi mendadak ke sana, dia tidak melihat keberadaan dokter. “Kata orang yang ada di sana, dokternya sedang makan, entah makan di mana, padahal kami sampai jam 4.”

Allya Siska Nadya, lahir Desember 1982, meninggal beberapa jam setelah perawatan di Klinik Chiropractic di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, 5 Agustus 2015. Orang tua korban kemudian melapor ke Polda Metro Jaya dengan dugaan malpraktek pada 12 Agustus 2015.
Polda Metro Jaya kemudian mengusut kasus itu. Namun Polda kesulitan membongkar kasus lantaran Randall diduga sudah tak berada di Indonesia lagi. "Kami sudah interview pelapor, saksi-saksi, mengecek dan olah TKP, serta telah mengecek barang bukti berupa foto-foto," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti.

Setelah ramai diberitakan, Klinik Chiropractic First di Pondok Indah Mall 1 tiba-tiba tidak membuka prakteknya hari ini. Tempo yang datang mendatangi klinik mendapati tempat itu sudah tutup. Menurut beberapa karyawan toko di sekitar klinik, Chiropractic First sempat buka pada pagi. "Tadi sih buka, Mas. Cuma tidak tahu sekarang jadi tutup," ujar salah satu karyawan di ruko sebelah Klinik Chiropractic First, Kamis, 7 Januari 2016.

Pria yang tidak mau disebutkan namanya ini menceritakan sempat ada pegawai klinik datang. Namun tiba-tiba dia menutup klinik dan menghilang. "Sekitar jam 09.00 ada satu orang karyawan di dalam, terus tiba-tiba tutup, dan dia menghilang enggak tahu ke mana," ujar pria itu.

Sumber berita : https://m.tempo.co/read/news/2016/01/07/064733924/malpraktek-chiropractic-pekerjakan-dokter-asing-bermasalah 

Senin, 07 Maret 2016

Izin klinik kesehatan di Jakarta akan dievaluasi

sumber gambar : www.google.com



      Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan akan melakukan evaluasi terhadap izin klinik-klinik kesehatan yang ada di seluruh wilayah Ibu Kota. "Rencananya, evaluasi izin praktek seluruh klinik kesehatan di Jakarta itu akan kami lakukan bekerja sama dengan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Koesmedi Priharto di Jakarta, Senin. Menurut dia, evaluasi tesebut sengaja dilakukan bersama Badan PTSP DKI mengingat seluruh urusan izin praktek klinik kesehatan, pengobatan hingga rumah sakit telah diserahkan kepada badan tersebut. 


        "Dulu, Dinas Kesehatan memiliki sebanyak 63 izin. Akan tetapi, sekarang semuanya sudah kami serahkan ke PTSP. Makanya, kami mau duduk bareng dulu dengan Badan PTSP DKI," ujar Koesmedi. Dia menuturkan evaluasi tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk membenahi keberadaan izin klinik-klinik kesehatan yang ada di Jakarta.  "Evaluasi yang kami lakukan terhadap izin seluruh klinik kesehatan yang ada di Jakarta ini kami lakukan supaya tidak terjadi tindakan malpraktek atau terdapat tenaga medis ilegal di klinik-klinik kesehatan," tutur Koesmedi. 


        Lebih lanjut, dia mengungkapkan apabila ditemukan adanya malpraktek, izin praktek ilegal dan ada dokter asing praktek secara ilegal, maka pihaknya akan langsung menutup operasional klinik tersebut. "Kalau memang izin-izinnya lengkap, tidak apa-apa. Kami memang ingin semua pengelola klinik dan rumah sakit patuh pada aturan. Tapi kalau ternyata tidak ada izin, kami akan segera menutupnya, seperti yang sudah diinstruksikan oleh Pak Gubernur (Basuki Tjahaja Purnama)," ungkap Koesmedi. 





Tanggapan penulis terhadap berita diatas :


        Aksi tersebut memang sangat diperlukan, mengingat sudah mulai banyaknya kasus malpraktik dan pendirian klinik yang tidak memiliki kejelasan periizinan serta pekerjanya yang tidak memiliki kompeten di bidangnya.Keikutsertaan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta dalam pelaksanaan evaluasi pun dilakukan sebagai bentuk pertanggung jawaban pemberi kewenangan atas kinerjanya selama ini.
          Hasil evaluasi yang dilakukan harapannya dapat lebih meningkatkan kualitas dari kesesuaian prosedur perizinan klinik dan SDM yang terlibat dalam mendirikan klinik kesehatan. Selain itu, evaluasi tersebut untuk menghindari kembali bertambahnya jumlah korban dari malpraktik oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.





Sabtu, 20 Februari 2016

Puskesmas Tebet Terapkan Rekam Medik Elekronik

Puskesmas Kecamatan Tebet menerapkan prosedur pelayanan kesehatan rekam medik elektronik dengan menggunakan aplikasi berbasis Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA).
" Proses rekam medik elektronik menyimpan data dan informasi proses input pemeriksaan fisik, pemeriksaan dokter, cetak obat di apotik, rujukan ke poli lain atau rumah sakit lain"
Sistem yang dibuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan agar efektif dan efisien.
Kasubag TU Puskesmas Kecamatan Tebet, Min Yuniar mengatakan, rekam medik elektronik ini sangat membantu dokter dan petugas kesehatan dalam mengakses informasi pasien untuk pengambilan keputusan klinis. Di dalam rekam medik ditampilkan daftar pasien yang berobat, detail informasi data pasien dan histori rekam medik pasien.
"Proses rekam medik elektronik menyimpan data dan informasi proses input pemeriksaan fisik, pemeriksaan dokter, cetak obat di apotik, rujukan ke poli lain atau rumah sakit lain," katanya, Sabtu (20/2).

Puskesmas Tebet Terapkan Rekam Medik Elekronik
Yuniar menuturkan, sistem aplikasi SIKDA juga bermanfaat untuk mempercepat respon time proses pendaftaran, pelayanan kesehatan, pengiriman resep obat sampai ke apotik, dan persiapan pemberian obat.
"Puskesmas Kecamatan Tebet menjadi yang terbaik dengan selisih nilai cukup banyak dengan puskemas kelurahan. Karena puskemas ini sudah menggunakan aplikasi SIKDA sejak bulan April 2015," jelasnya.
Ia menambahkan, sistem aplikasi SIKDA, menciptakan prosedur pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan berkualitas.
"Sehingga dapat memberikan kepuasan terhadap pelanggan," tandasnya.
Sekedar diketahui, rekam medik elektronik bermanfaat sebagai gudang penyimpanan informasi secara elektronik mengenai status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya.
Bagi calon pasien pengguna smartphone Android, dapat mengunduh terlebih dahulu aplikasi 'Pendaftaran Pasien Puskesmas Kecamatan Tebet' di Google Play, kemudian mendaftarkan diri secara online, lalu mengikuti petunjuknya.

Sumber :

Kasus DBD di Jakarta Selatan Tertinggi

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi ancaman serius bagi warga Jakarta. Bagaimana tidak, sejak Januari hingga Juni 2015, tercatat sebanyak 3.423 kasus demam berdarah terjadi di ibu kota.
" Dari tahun ke tahun, kasus DBD di wilayah Jakarta Selatan selalu tinggi. Bahkan, hingga Juni ini sudah ada 834 kasus dan tertinggi di ibu kota"
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI, Jakarta Selatan menduduki peringkat tertinggi dengan 834 kasus. Disusul Jakarta Barat 810 kasus, Jakarta Timur 765 kasus, Jakarta Utara 617 kasus, dan Jakarta Pusat 318 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengatakan, Jakarta Selatan merupakan wilayah yang warganya paling banyak terjangkit penyakit demam berdarah.
"Dari tahun ke tahun, kasus DBD di wilayah Jakarta Selatan selalu tinggi. Bahkan, hingga Juni ini sudah ada 834 kasus dan tertinggi di ibu kota," ujar Koesmedi, Selasa (16/6).
Fenomena lain penyakit DBD pada tahun ini yakni menyerang kawasan elite di Jakarta seperti Kelapa Gading yang selama 1,5 bulan menjadi wilayah tertinggi DBD di Jakarta Utara. "Kelapa Gading mencatatkan angka tertinggi. Jumlahnya naik mencapai 186 kasus sejak April hingga Mei kemarin," jelas Koesmedi.
Untuk mencegah meluasnya penyakit ini, Koesmedi mengaku tengah menggencarkan sosialisasi terkait bahaya DBD di kawasan elite tersebut dengan masuk ke kompleks-kompleks perumahan, mal, gedung sekolah, dan perkantoran swasta.
"Sosialisasi lagi kita tingkatkan di Kelapa Gading dengan memberikan penyuluhan bahaya dan cara mencegah DBD," ungkapnya.